Siapa bilang sampah hanya bisa dianggap masalah? Bila penanganannya tepat, sampah bisa menjadi sahabat manusia, bahkan memberikan keuntungan bisnis yang ramah lingkungan.
Salah satu tempat pengelolaan sampah yang ramah lingkungan bahkan menguntukan terletak di sebuah kompleks perumahan yang oleh pemiliknya diberi nama Rumah Perubahan di Jl. Raya Hamkam, Pondok Jati Murni Bekasi.
Tampak dari depan bagunan itu, terlihat sebagai tempat peristirahatan karena bersih serta didesain layaknya sebuah villa yang diteduhi berbagai vegetasi popohonan, jajaran bunga yang tertata rapi kian menambah indah tempat tersebut. Namun siapa sangka, di dalam rumah perubahan itulah Hidayat SE bersama Renald Kasali PhD melakukan bisnis pengelolaan sampah yang beromset puluhan juta rupiah perbulan.
Di tanah seluas 1 hektar itu, dibangun sebuah Rumah Perubahan yang konon dibangun 80 % berasal dari limbah. Rumah Perubahan terdiri atas dua bangunan utama yang bernama Gedung Recode yang digunakan sebagai ruang workshop, gedung ini didirikan di atas kolam ikan dan terletak dibagian depan.
Satu bangunan utama lainnya tak kalah besarnya adalah Gedung Power House yang dipakai sebagai kantor Yayasan Rumah Perubahan. Kemudian bagian di belakang terdapat saung-saung kecil berdiri di atas kolam ikan, saung itu juga kerap dijadikan tempat pertemuan. Tak hanya itu, para pengunjung juga bisa menikmati fasilitas outbond yang melintasi kolam ikan yang dikelola warga setempat.
Rumah Perubahan didirikan untuk menjadi Indonesia yang lebih baik melalui misi perubahan, baik pada level individu, komunitas, organisasi usaha atau social dan pemerintah.”Pada dasarnya Indonesia adalam negeri yang berkelimpahan, alamnya kaya raya dan subur serta memiliki potensi yang tak terbatas. Rumah perubahan berperan sebagai katalisator, pusat jejaring dan penggerak untuk mewujudkan potensi itu menjadi sebuah manfaat. Dimana ada belenggu yang membatasi potensi itu, disitu kami terlibat,”jelas Hidayat.
Hingga kini pengelola Rumah Perubahan telah mendampingi sekitar 3000 kepala keluarga yang berdomisili di sekitar kompleks itu, mereka dibina menjadi pengusaha-pengusaha kecil berprestasi diberbagai sektor seperti perikanan hingga bisnis pengelolaan sampah.
Tentu aktivitas tersebut sangat bermanfaat, selain sampah menjadi sumber pendapatan bagi warga, dengan mengelola sampah juga sangat bermanfaat mengurangi dampak global warming. Apalagi dalam beberapa tahun belakangan ini kota-kota besar di Indonesia sampah telah menjadi masalah pelit. Selain kotor dan tidak sehat, juga sampah tak terkelola dengan baik telah menelan korban jiwa sebagaimana yang terjadi di Leuwigajah, Bandung 2006 lalu, tumpukan sampah berubah menjadi bencana yang menimbun hidup-hidup masyarakat sekitar.
Lalu seperti apa pengelola sampah dilakukan di Rumah Perubahan? Kegiatan pengelolaan sampah di Rumah Perubahan dilakukan secara terpadu yang mengintegrasikan berbagai aktivitas dan kepentingan stakeholder serta dilakukan secara sistimatis. Mereka menyebutnya dengan si-Master (Sistem Mengolah Sampah Terpadu).
Bagi Rumah Perubahan, sampah tidak ada yang dibuang, melainkan diolah dan dioptimalkan kegunaannya sehingga mengarah pada kondisi zero waste atau tidak ada lagi barang sisa. Sistem ini tidak terpusat pada penyedian perangkat pengelolah sampah, namun juga mencakup pada upaya pemberdayaan masyarakat serta didukung dengan peningkatan kapasitas warga atau soft skill mulai dari manajemen pengelolaan sampah hingga administrasi dan sebagiainya.
Ada beberapa tahapan pengelolaan sampah ala Rumah Perubahan. Mulanya sampah dipilah untuk memisahkan sampah yang masih dapat didaur ulang. Kemudian input sampah yang ada atau komposting dicacah dengan menggunakan crusher machine dengan kapasitas sesuai kebutuhan yang ada. Kegiatan ini dilakukan di Crusher Point, suatu lokasi dimana sampah yang dikumpulkan dari sumber-sumber penghasil sampah, baik sektor rumah tangga atau industri kecil dihancurkan dengan mesin pencacah (crushing machine) menjadi partikel kecil, dengan ukuran sekitar 1-2 cm.
Sampah yang telah dicacah menjadi partikel 1-2 cm, akan diproses menjadi bahan-bahan yang bermanfaat, yaitu berupa recyclec plastic, kompos, briket biomass dan sumber energi alternative. Di Rumah Perubahan tak ada sampah yang terbuang percuma, sampah-sampah plastik bekas kemasan mie instant atau deterjen pun bisa dijual kembali ke industri semen untuk dijadikan bahan bakar. Menurut informasi dari Hidayat, industri semen dalam negeri membutuhkan 150 ton sampah perhari untuk dijadikan bahan bakar. Tentu ini merupakan besar bagi siapa saja yang ingin terjung dalam bisnis pengelolaan sampah. Sekedar diketahui saja, bisnis pengelolaan sampah yang dikerjakan Rumah Perubahan beromset Rp 30-40 juta perbulan.
Untuk pengembangan briket biomass, pihak Rumah Perubahan mengaku masih terus melakukan studi untuk menghasilkan kompor murah bagi masyarakat. Briketnya yang diproduksi di Rumah Perubahan dijual dengan harga cukup terjangkau, Rp 750 perkilogram dan diperkirakan satu rumah tangga hanya membutuhkan 2,5 kilogram perhari untuk memasak jauh lebih murah ketimbang gas elpiji atau minyak tanah. Namun sayangnya masyarakat Indonesia nampaknya masih harus bersabar karena kompor briket ini belum bisa dipasarkan, dan hingga saat ini masih tahap percobaan Rumah Perubahan.
Terbitnya Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah tentu merupakan peluang bagi pihak swasta yang ingin terjun kebisnis persampahan, karena berdasarkan Pasal 27 dan 21 UU No 18 Tahun 2008 membuka peluang kemitraan dengan pihak swasta dan menjamin adanya insentif bagi pihak yang melakukan pengurangan sampah.
Rumah Perubahan bisa pilihan partner yang tepat bagi siapa saja yang ingin terjung ke bisnis pengelola sampah, karena pengelola Yayasan Rumah Perubahan juga memfasilitasi pelatihan wirausaha pengolahan sampah terpadu yang tentu kegiatannya digelar di Kompleks Rumah Perubahan yang indah, sejuk, asri dan teduh. Menyenangkan bukan??. (Marwan Azis/www.beritalingkungan.com)
Salah satu tempat pengelolaan sampah yang ramah lingkungan bahkan menguntukan terletak di sebuah kompleks perumahan yang oleh pemiliknya diberi nama Rumah Perubahan di Jl. Raya Hamkam, Pondok Jati Murni Bekasi.
Tampak dari depan bagunan itu, terlihat sebagai tempat peristirahatan karena bersih serta didesain layaknya sebuah villa yang diteduhi berbagai vegetasi popohonan, jajaran bunga yang tertata rapi kian menambah indah tempat tersebut. Namun siapa sangka, di dalam rumah perubahan itulah Hidayat SE bersama Renald Kasali PhD melakukan bisnis pengelolaan sampah yang beromset puluhan juta rupiah perbulan.
Di tanah seluas 1 hektar itu, dibangun sebuah Rumah Perubahan yang konon dibangun 80 % berasal dari limbah. Rumah Perubahan terdiri atas dua bangunan utama yang bernama Gedung Recode yang digunakan sebagai ruang workshop, gedung ini didirikan di atas kolam ikan dan terletak dibagian depan.
Satu bangunan utama lainnya tak kalah besarnya adalah Gedung Power House yang dipakai sebagai kantor Yayasan Rumah Perubahan. Kemudian bagian di belakang terdapat saung-saung kecil berdiri di atas kolam ikan, saung itu juga kerap dijadikan tempat pertemuan. Tak hanya itu, para pengunjung juga bisa menikmati fasilitas outbond yang melintasi kolam ikan yang dikelola warga setempat.
Rumah Perubahan didirikan untuk menjadi Indonesia yang lebih baik melalui misi perubahan, baik pada level individu, komunitas, organisasi usaha atau social dan pemerintah.”Pada dasarnya Indonesia adalam negeri yang berkelimpahan, alamnya kaya raya dan subur serta memiliki potensi yang tak terbatas. Rumah perubahan berperan sebagai katalisator, pusat jejaring dan penggerak untuk mewujudkan potensi itu menjadi sebuah manfaat. Dimana ada belenggu yang membatasi potensi itu, disitu kami terlibat,”jelas Hidayat.
Hingga kini pengelola Rumah Perubahan telah mendampingi sekitar 3000 kepala keluarga yang berdomisili di sekitar kompleks itu, mereka dibina menjadi pengusaha-pengusaha kecil berprestasi diberbagai sektor seperti perikanan hingga bisnis pengelolaan sampah.
Tentu aktivitas tersebut sangat bermanfaat, selain sampah menjadi sumber pendapatan bagi warga, dengan mengelola sampah juga sangat bermanfaat mengurangi dampak global warming. Apalagi dalam beberapa tahun belakangan ini kota-kota besar di Indonesia sampah telah menjadi masalah pelit. Selain kotor dan tidak sehat, juga sampah tak terkelola dengan baik telah menelan korban jiwa sebagaimana yang terjadi di Leuwigajah, Bandung 2006 lalu, tumpukan sampah berubah menjadi bencana yang menimbun hidup-hidup masyarakat sekitar.
Lalu seperti apa pengelola sampah dilakukan di Rumah Perubahan? Kegiatan pengelolaan sampah di Rumah Perubahan dilakukan secara terpadu yang mengintegrasikan berbagai aktivitas dan kepentingan stakeholder serta dilakukan secara sistimatis. Mereka menyebutnya dengan si-Master (Sistem Mengolah Sampah Terpadu).
Bagi Rumah Perubahan, sampah tidak ada yang dibuang, melainkan diolah dan dioptimalkan kegunaannya sehingga mengarah pada kondisi zero waste atau tidak ada lagi barang sisa. Sistem ini tidak terpusat pada penyedian perangkat pengelolah sampah, namun juga mencakup pada upaya pemberdayaan masyarakat serta didukung dengan peningkatan kapasitas warga atau soft skill mulai dari manajemen pengelolaan sampah hingga administrasi dan sebagiainya.
Ada beberapa tahapan pengelolaan sampah ala Rumah Perubahan. Mulanya sampah dipilah untuk memisahkan sampah yang masih dapat didaur ulang. Kemudian input sampah yang ada atau komposting dicacah dengan menggunakan crusher machine dengan kapasitas sesuai kebutuhan yang ada. Kegiatan ini dilakukan di Crusher Point, suatu lokasi dimana sampah yang dikumpulkan dari sumber-sumber penghasil sampah, baik sektor rumah tangga atau industri kecil dihancurkan dengan mesin pencacah (crushing machine) menjadi partikel kecil, dengan ukuran sekitar 1-2 cm.
Sampah yang telah dicacah menjadi partikel 1-2 cm, akan diproses menjadi bahan-bahan yang bermanfaat, yaitu berupa recyclec plastic, kompos, briket biomass dan sumber energi alternative. Di Rumah Perubahan tak ada sampah yang terbuang percuma, sampah-sampah plastik bekas kemasan mie instant atau deterjen pun bisa dijual kembali ke industri semen untuk dijadikan bahan bakar. Menurut informasi dari Hidayat, industri semen dalam negeri membutuhkan 150 ton sampah perhari untuk dijadikan bahan bakar. Tentu ini merupakan besar bagi siapa saja yang ingin terjung dalam bisnis pengelolaan sampah. Sekedar diketahui saja, bisnis pengelolaan sampah yang dikerjakan Rumah Perubahan beromset Rp 30-40 juta perbulan.
Untuk pengembangan briket biomass, pihak Rumah Perubahan mengaku masih terus melakukan studi untuk menghasilkan kompor murah bagi masyarakat. Briketnya yang diproduksi di Rumah Perubahan dijual dengan harga cukup terjangkau, Rp 750 perkilogram dan diperkirakan satu rumah tangga hanya membutuhkan 2,5 kilogram perhari untuk memasak jauh lebih murah ketimbang gas elpiji atau minyak tanah. Namun sayangnya masyarakat Indonesia nampaknya masih harus bersabar karena kompor briket ini belum bisa dipasarkan, dan hingga saat ini masih tahap percobaan Rumah Perubahan.
Terbitnya Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah tentu merupakan peluang bagi pihak swasta yang ingin terjun kebisnis persampahan, karena berdasarkan Pasal 27 dan 21 UU No 18 Tahun 2008 membuka peluang kemitraan dengan pihak swasta dan menjamin adanya insentif bagi pihak yang melakukan pengurangan sampah.
Rumah Perubahan bisa pilihan partner yang tepat bagi siapa saja yang ingin terjung ke bisnis pengelola sampah, karena pengelola Yayasan Rumah Perubahan juga memfasilitasi pelatihan wirausaha pengolahan sampah terpadu yang tentu kegiatannya digelar di Kompleks Rumah Perubahan yang indah, sejuk, asri dan teduh. Menyenangkan bukan??. (Marwan Azis/www.beritalingkungan.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar