Sabtu, 26 September 2009

Pengolahan Sampah di Kampung Banjarsari, Patut Dicontoh Warga Taman Asri



Pernahkah anda mendengar keberadaan Kampung Banjarsari yang terletak di kawasan Cilandak Jakarta Selatan. Keberhasilan kawasan pemukiman ini menciptakan kawasan yang bersih dan asri tak terlepas dari manajemen pengelolaan sampah lingkungan yang di lakukan oleh para ibu - ibu di kawasan ini.

Sejumlah tehnik pengelolaan sampah dikembangkan sehingga sampah tak lagi menjadi limbah, namun bisa di manfaatkan untuk lingkungan. Pengolahan sampah ini, bisa ditiru warga Taman Asri.

Sampahku adalah masalahku, demikian slogan yang menjadi moto para kaum ibu PKK Banjarsari Cilandak Jakarta Selatan. Untuk menaruh perhatian pada lingkungan sejak tahun 1982. Sampah di sadari sebagai sumber masalah sehingga perlu diolah dengan baik.

Para ibu ini memulainya dari lingkungan keluarga dengan menerapkan prinsip 4 R yakni reduce mengurangi pemakaian bahan yang sulit dihancurkan, reuse pemakai ulang barang bekas kemasan, recycle mendaur ulang dan replain menanam kembali.

Adalah sosok Harini Bambang Wahono yang menjadi salah satu perintis pengolahan sampah di Kampung Banjarsari. Bahkan di usianya yang tak lagi muda kini, ia masih giat mengajarkan tehnik pengolahan sampah kepada warga agar sampah menjadi ramah lingkungan.

Kini mulai di kembangkan pengolahan dengan sistem ifektif makro organizam (IM). Dimana larutan tersebut di campur mulasis atau tetes tebu atau bisa juga gula pasir di dalam air tanah. Campuran ini di aduk merata pada sampah yang akan dijadikan pupuk. Teknologi ini memudahkan proses fermentasi dan cepat menjadi pupuk.

Bermula dari kesadaran dalam keluarga Banjarsari berubah menjadi kampung yang asri. Bahkan Banjarsari kini menjadi sekolah kilat pengolahan sampah organik yang ramai dikunjungi warga dari berbagai kota.


Rumah Perubahan Mengubah Sampah Jadi Rupiah


Siapa bilang sampah hanya bisa dianggap masalah? Bila penanganannya tepat, sampah bisa menjadi sahabat manusia, bahkan memberikan keuntungan bisnis yang ramah lingkungan.

Salah satu tempat pengelolaan sampah yang ramah lingkungan bahkan menguntukan terletak di sebuah kompleks perumahan yang oleh pemiliknya diberi nama Rumah Perubahan di Jl. Raya Hamkam, Pondok Jati Murni Bekasi.

Tampak dari depan bagunan itu, terlihat sebagai tempat peristirahatan karena bersih serta didesain layaknya sebuah villa yang diteduhi berbagai vegetasi popohonan, jajaran bunga yang tertata rapi kian menambah indah tempat tersebut. Namun siapa sangka, di dalam rumah perubahan itulah Hidayat SE bersama Renald Kasali PhD melakukan bisnis pengelolaan sampah yang beromset puluhan juta rupiah perbulan.

Di tanah seluas 1 hektar itu, dibangun sebuah Rumah Perubahan yang konon dibangun 80 % berasal dari limbah. Rumah Perubahan terdiri atas dua bangunan utama yang bernama Gedung Recode yang digunakan sebagai ruang workshop, gedung ini didirikan di atas kolam ikan dan terletak dibagian depan.

Satu bangunan utama lainnya tak kalah besarnya adalah Gedung Power House yang dipakai sebagai kantor Yayasan Rumah Perubahan. Kemudian bagian di belakang terdapat saung-saung kecil berdiri di atas kolam ikan, saung itu juga kerap dijadikan tempat pertemuan. Tak hanya itu, para pengunjung juga bisa menikmati fasilitas outbond yang melintasi kolam ikan yang dikelola warga setempat.

Rumah Perubahan didirikan untuk menjadi Indonesia yang lebih baik melalui misi perubahan, baik pada level individu, komunitas, organisasi usaha atau social dan pemerintah.”Pada dasarnya Indonesia adalam negeri yang berkelimpahan, alamnya kaya raya dan subur serta memiliki potensi yang tak terbatas. Rumah perubahan berperan sebagai katalisator, pusat jejaring dan penggerak untuk mewujudkan potensi itu menjadi sebuah manfaat. Dimana ada belenggu yang membatasi potensi itu, disitu kami terlibat,”jelas Hidayat.

Hingga kini pengelola Rumah Perubahan telah mendampingi sekitar 3000 kepala keluarga yang berdomisili di sekitar kompleks itu, mereka dibina menjadi pengusaha-pengusaha kecil berprestasi diberbagai sektor seperti perikanan hingga bisnis pengelolaan sampah.

Tentu aktivitas tersebut sangat bermanfaat, selain sampah menjadi sumber pendapatan bagi warga, dengan mengelola sampah juga sangat bermanfaat mengurangi dampak global warming. Apalagi dalam beberapa tahun belakangan ini kota-kota besar di Indonesia sampah telah menjadi masalah pelit. Selain kotor dan tidak sehat, juga sampah tak terkelola dengan baik telah menelan korban jiwa sebagaimana yang terjadi di Leuwigajah, Bandung 2006 lalu, tumpukan sampah berubah menjadi bencana yang menimbun hidup-hidup masyarakat sekitar.

Lalu seperti apa pengelola sampah dilakukan di Rumah Perubahan? Kegiatan pengelolaan sampah di Rumah Perubahan dilakukan secara terpadu yang mengintegrasikan berbagai aktivitas dan kepentingan stakeholder serta dilakukan secara sistimatis. Mereka menyebutnya dengan si-Master (Sistem Mengolah Sampah Terpadu).

Bagi Rumah Perubahan, sampah tidak ada yang dibuang, melainkan diolah dan dioptimalkan kegunaannya sehingga mengarah pada kondisi zero waste atau tidak ada lagi barang sisa. Sistem ini tidak terpusat pada penyedian perangkat pengelolah sampah, namun juga mencakup pada upaya pemberdayaan masyarakat serta didukung dengan peningkatan kapasitas warga atau soft skill mulai dari manajemen pengelolaan sampah hingga administrasi dan sebagiainya.

Ada beberapa tahapan pengelolaan sampah ala Rumah Perubahan. Mulanya sampah dipilah untuk memisahkan sampah yang masih dapat didaur ulang. Kemudian input sampah yang ada atau komposting dicacah dengan menggunakan crusher machine dengan kapasitas sesuai kebutuhan yang ada. Kegiatan ini dilakukan di Crusher Point, suatu lokasi dimana sampah yang dikumpulkan dari sumber-sumber penghasil sampah, baik sektor rumah tangga atau industri kecil dihancurkan dengan mesin pencacah (crushing machine) menjadi partikel kecil, dengan ukuran sekitar 1-2 cm.

Sampah yang telah dicacah menjadi partikel 1-2 cm, akan diproses menjadi bahan-bahan yang bermanfaat, yaitu berupa recyclec plastic, kompos, briket biomass dan sumber energi alternative. Di Rumah Perubahan tak ada sampah yang terbuang percuma, sampah-sampah plastik bekas kemasan mie instant atau deterjen pun bisa dijual kembali ke industri semen untuk dijadikan bahan bakar. Menurut informasi dari Hidayat, industri semen dalam negeri membutuhkan 150 ton sampah perhari untuk dijadikan bahan bakar. Tentu ini merupakan besar bagi siapa saja yang ingin terjung dalam bisnis pengelolaan sampah. Sekedar diketahui saja, bisnis pengelolaan sampah yang dikerjakan Rumah Perubahan beromset Rp 30-40 juta perbulan.

Untuk pengembangan briket biomass, pihak Rumah Perubahan mengaku masih terus melakukan studi untuk menghasilkan kompor murah bagi masyarakat. Briketnya yang diproduksi di Rumah Perubahan dijual dengan harga cukup terjangkau, Rp 750 perkilogram dan diperkirakan satu rumah tangga hanya membutuhkan 2,5 kilogram perhari untuk memasak jauh lebih murah ketimbang gas elpiji atau minyak tanah. Namun sayangnya masyarakat Indonesia nampaknya masih harus bersabar karena kompor briket ini belum bisa dipasarkan, dan hingga saat ini masih tahap percobaan Rumah Perubahan.

Terbitnya Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah tentu merupakan peluang bagi pihak swasta yang ingin terjun kebisnis persampahan, karena berdasarkan Pasal 27 dan 21 UU No 18 Tahun 2008 membuka peluang kemitraan dengan pihak swasta dan menjamin adanya insentif bagi pihak yang melakukan pengurangan sampah.

Rumah Perubahan bisa pilihan partner yang tepat bagi siapa saja yang ingin terjung ke bisnis pengelola sampah, karena pengelola Yayasan Rumah Perubahan juga memfasilitasi pelatihan wirausaha pengolahan sampah terpadu yang tentu kegiatannya digelar di Kompleks Rumah Perubahan yang indah, sejuk, asri dan teduh. Menyenangkan bukan??. (Marwan Azis/www.beritalingkungan.com)

Sabtu, 19 September 2009

Malam Takbiran Berselimut Asap

tamanasriku.blogspot.com - Kekhidmatan malam takbiran warga Taman Asri, terusik asap pembakaran sampah. Sejak pukul 20.10, (Sabtu, 19 September 2009) asap kembali menyelimuti perumahan warga. Meski gema takbir tetap menggema di Mushola Al Hidayah, banyak warga memilih berada di rumah untuk menghindari asap berbau menyengat. (hn)


Jumat, 18 September 2009

Taman Asri yang Tak Lagi Asri



Ditulis oleh : Bambang Ismoyo

Tahun 1985 kami memilih rumah idaman yang tidak begitu jauh dari Jakarta yaitu di Kompleks Perumahan Taman Asri dan memang bener-bener asri. Betapa tidak, rumah kami tepat disamping empang yang berfungsi sebagai resapan/cadangan air jika musim kemarau tiba. Udara bersih sejuk dan kicau aneka burung dan beberapa burung pemakan ikan yang kadang terjun menyelam ke kolam dan terbang lagi dengan membawa ikan kecil. Subhanallah ….. sungguh pemandangan yang mengasyikan.

Namun apa yang terjadi setelah kepemilikan lahan berpindah ke anak cucu sungguh tragis pemandangan yang begitu indah berubah total sedikit demi sedikit sampah ditimbun ke dalam kolam dari tahun ke tahun hingga sekarang menjadi tempat akhir pembuangan sampah illegal dan timbunan sampah hampir setinggi pagar tembok rumah kami, sehingga apa yang terjadi disamping setiap musim kemarau khususnya warga Blok G & F3 Taman Asri RT. 02/012 Kelurahan Gaga mulai kesulitan air juga warga disuguhi asap pekat pembakaran sampah yang sangat menyesakkan, sebaliknya terjadi banjir dan bau tidak sedap disertai kerumunan lalat hijau di setiap musin hujan.
Segala upaya telah dilakukan warga mulai dari pendekatan secara persuasif ke pemilik lahan sampai laporan ke Kantor Kecamatan Larangan, Kelurahan Gaga dan Kelurahan Cipadu namun hasilnya NOL BESAR aparat tidak berkutik menghadapi pemilik lahan sampai kesabaran warga mulai menipis hingga dalam musyawarah akhirnya warga memutuskan untuk mengadukan pemilk dan pengelola tempat akhir pembuangan sampah illegal ke pihak yang berwajib.

(Bambang Ismoyo - Taman Asri Blok G.8/3)

Rabu, 16 September 2009

Toleransi Ada Batasnya..!

Ditulis oleh : Johannes Verhelst

Toleransi adalah hal yang bijak tetapi sering kali kita dapati bahwa toleransi hanya dilakukan oleh salah satu pihak saja sedangkan pihak lain nya hanya menuntut adanya toleransi bagi dirinya atau kelompoknya tanpa bersikap toleran terhadap pihak lain. Masalah pengelolaan sampah ilegal di sekitar lingkungan perumahan Taman Asri, Desa Gaga, Kecamatan Larangan, Tangerang, Banten, adalah salah satu contoh toleransi yang tidak imbang.

Pihak warga Taman Asri sudah bersikap sangat toleran selama lebih dari 15 tahun terhadap pencemaran udara yang ditimbulkan akibat pembakaran sampah secara terbuka (open burning) yang dilakukan oleh pengelola sampah ilegal tersebut. Sedangkan pemilik lahan dan pengelola sampah tidak pernah menunjukkan sikap toleransi sedikitpun–alih-alih, malah selalu bersikap arogan dan berperilaku seperti preman setiap kali diajak berkomunikasi untuk menyelesaikan permasalahan pengelolaan sampah diatas lahan miliknya.

Sudah saatnya kita, warga perumahan Taman Asri mengambil tindakan secara hukum berdasarkan UU yang berlaku tentang lingkungan hidup dan/atau pengelolaan sampah, untuk memberi efek jera bagi pemilik lahan dan pengelola sampah ilegal tersebut. Toleransi ada batasnya..!

(Johannes Verhelst, Taman Asri Blok G I/4).

Warga Akan Pidanakan Pemilik dan Pengelola Lahan


tamanasriku.blogspot.com - Warga Taman Asri Larangan Ciledug Tangerang Banten berencana akan mempidanakan pemilik dan pengelola lahan pembuangan sampah ilegal. Rencana ini disepakati warga setelah mengadakan rapat pada Rabu (16/9) malam. Langkah ini diambil oleh warga karena tak tahan lagi dengan asap yang ditimbulkan dari pembakaran sampah.

"Upaya dengan mendatangi pemilik lahan sudah kami lakukan beberapa tahun lalu, tapi pemilik merasa dirinya warga asli daerah ini, sedang kami pendatang, sehingga ia merasa berhak memanfaatkan lahan miliknya untuk kepetingan apa saja," ujar Surachman, warga setempat. Bahkan, tambah Surachman, upaya untuk bicara baik-baik, dilakukan warga bukan sekali dua kali saja. Tapi, pemilik lahan selalu menanggapi dengan sikap yang tidak bersahabat.

Beberapa tahun terakhir, pembakaran sampah semakin sering dilakukan, karena sampah semakin banyak. "Beberapa tahun terakhir, sampah semakin meluas dan pembakaran semakin sering dilakukan. Asap juga semakin pekat," ujar Ichsan. "Penutupan lahan pembuangan sampah ilegal itu harus segera dilakukan," tandasnya.

"Rapat memutuskan, warga akan mempidanakan pemilik dan pengelola lahan. Dari sisi apapun, pembuangan sampah ilegal itu sudah jelas salah, karena itu pemilik lahan dan penyewa lahan yang memanfaatkan lahan itu untuk kepentingan pribadi dengan mengkoordinir pemulung, harus mempertanggungjawabkan tindakannya di depan hukum," jelas Hari Nugroho, koordinator Tim Advokasi Lingkungan Taman Asri.

Hari menegaskan, belasan tahun lamanya warga Taman Asri dan sekelilingnya dirugikan akibat keberadaan pembuangan sampah ilegal itu. "Mulai dari asap, bau tak sedap, tercemarnya air tanah, semua berdampak pada ketidaknyamanan kehidupan dan kesehatan warga," ujar Hari. "Anak-anak dan balita juga terganggu kesehatannya, karena itu, tak akan ada kata kompromi," tegasnya. (hn)

Keterangan foto : Rapat warga Taman Asri pada hari Rabu, 16 September 2009 memutuskan, warga akan mempidanakan pemilik dan pengelola lahan pembuangan sampah ilegal.

WALHI Turunkan Tim Investigasi


tamanasriku.blogspot.com - Menanggapi pengaduan warga tentang keberadaan pembuangan sampah ilegal, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) akan menurunkan tim investigasi. Tim ini akan melakukan pengumpulan data di lokasi sebelum memutuskan apa yang harus dilakukan. "Sebelum lebaran, kami akan turunkan tim investigasi ke lokasi," ujar Ubaidillah, Direktur Walhi Jakarta kepada Koordinator Tim Adokasi Lingkungan Taman Asri, Hari Nugroho, Senin (14/9) lalu.

Menurut Ubaidillah, data hasil investigasi itu sangat penting sebagi acuan Walhi untuk menentukan langkah penyelesaian masalah pencemaran dan keberadaan pembuangan sampah ilegal. "Pada prinsipnya kami menyambut baik keluhan ini, dan kami menyambut baik tim advokasi lingkungan bentukan warga ini," ujarnya. Ia juga mengatakan, upaya advokasi lingkungan ini, nantinya akan melibatkan warga secara aktif.

"Kami juga akan membuat program yang sifatnya mengedukasi warga tentang bahaya pencemaran lingkungan yang ditimbulkan dari keberadaan lokasi penimbunan sampah ini, tetapi kami akan mengumpulkan data terlebih dahulu," kata Ubaidillah menjelaskan.

Permasalahan ini, jelas Ubaidillah, sudah seharusnya menjadi wewenang lembaga pemerintah setempat, dalam hal ini institusi Kecamatan dan Pemkot Tangerang, Pemprov Banten dan Kementrian Lingkungan Hidup. "Bisa dikatakan pemerintah lokal telah abai dalam masalah ini," paparnya. (hn)

Senin, 14 September 2009

Tak Tahan Asap Pekat, Warga Lapor Polisi


tamanasriku.blogspot.com - Tak tahan pekatnya asap dari pembakaran sampah yang menyebar ke pemukiman penduduk pada hari Selasa 14 September 2009, warga akhirnya melaporkan masalah ini ke Polsek Ciledug. Tepat pukul 11.45 warga menelpon Polsek Ciledug di nomor 7304324. Briptu Sakiran menerima pengaduan. "Polsek Ciledug, selamat malam," ujarnya mantap di ujung telepon.

Warga yang diwakili oleh Hari, warga Taman Asri yang sebelumnya telah ditunjuk warga untuk menyelesaikan masalah asap sampah dan pembuangan sampah ilegal ini lalu menyampaikan keluhannya. "Asap terlalu pekat malam ini, kami tak tahan lagi, kami mohon bantuan polisi untuk membantu kami," kata Hari sambil memberikan alamat dan lokasi lahan pembakaran sampah.

"Kenapa tidak melakukan korodinasi dengan pemilik lahan Pak?" tanya Briptu Sakiran. Hari pun menjelaskan bahwa upaya persuasif kepada pemilik lahan sudah pernah dilakukan, namun hingga kini, baik pemilik lahan maupun pengontrak lahan yang menggunakan lahan itu menjadi tempat penampungan sampah tak berijin itu tetap membakar sampah.

Briptu Sakiran tak langsung menyanggupi untuk datang membantu warga. "Saya akan melaporkan laporan bapak ke atasan terlebih dahulu," ujarnya. Hari lalu memberikan nomor kontak telepon yang bisa dihubungi Briptu Sakiran.

Namun, hampir satu jam berselang, dan hingga tulisan ini diturunkan, tak satupun polisi datang. Tepat pukul 01.01 warga sedikit bernafas lega. Bukan karena polisi datang, tapi karena angin kencang mengusir asap dari perumahan warga, meski asap tampak masih mengepul di lokasi pembuangan. (hn)

Pembakaran Sampah Semakin Tak Terkendali, Asap Semakin Pekat




Keterangan foto : Asap pekat menyelimuti perumahan warga. Foto diambil pada hari Senin, 14 September 2009 pukul 18.35 wib.
tamanasriku.blospot.com - Aktivitas pembakaran sampah di area pembuangan sampah ilegal semakin hari semakin tak terkendali. Malam ini, (Senin 14/09) mulai pukul 18.30 wib, asap teramat pekat kembali mengganggu pernafasan warga sekitar. "Kali ini asap sangat pekat, baunya sangat menyengat, susah bernafas, mata berair karena pedih," ujar Surachman. Malam ini juga, Surachman bersama istri dan seorang anaknya mengungsi ke rumah saudaranya. "Saya benar-benar tidak kuat," jelasnya.

Sementara Ny Ellyana, warga yang tinggal di blok G 6 harus menenangkan anaknya, Altaaf yang masih berusia 9 bulan karena kesulitan bernafas. "Setiap kali asap datang, anak saya selalu menangis tidak bisa tidur. Apalagi malam ini sangat pekat dan baunya sangat menyesakkan," keluhnya.

Perasaan geram disampaikan oleh Nugroho, juga warga blok G 6. "Saya tidak habis pikir, kenapa mereka tidak punya rasa toleransi sama sekali. Ini keterlaluan," ujarnya sambil mengelus dada karena sesak. Malam ini ia harus menggunakan masker. "Bisa rusak paru-paru saya kalau begini terus," katanya menambahkan.

Semua warga berharap, pemerintah tingkat Kecamatan, Pemkot Tangerang, Pemda Banten, dan Kementrian Lingkungan Hidup segera melakukan sesuatu untuk mengatasi masalah ini. "Masalahnya, apakah sebenarnya Pemkot Tangerang memiliki blue print penanganan sampah?" tanya Nugroho.

Pak Wahidin Halim, tolong lakukan sesuatu untuk kami. (hn)

Sabtu, 12 September 2009

Lokasi Pembuangan Sampah Ilegal




Keterangan gambar : Lokasi pembuangan sampah ilegal. Gambar di atas selain menunjukkan letak pembuangan sampah, juga menunjukkan seberapa dekat lokasi pembuangan sampah ilegal dengan lokasi perumahan warga. Untuk memperbesar gambar, klik masing-masing gambar. (hn)

Jumat, 11 September 2009

Pengelola Pembuangan Sampah Ilegal Dapat Dijerat Hukum


(tamanasriku.blogspot.com) - Sesunguhnya, pengelola dan pemilik lahan penimbunan sampah ilegal dapat dijerat hukum. Sejak April 2008, Dewan Perwakilan Rakyat telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Undang-undang ini merupakan upaya pemerintah agar masyarakat terlindungi dari dampak pengelolaan sampah yang tidak berwawasan lingkungan.

Selain itu undang-undang ini juga memberikan kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab, dan kewenangan Pemerintah, pemerintah daerah, serta peran masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang sehat. Pasal 11 dalam undang-undang itu menegaskan pemerintah wajib mengelola sampah secara baik dan peduli terhadap lingkungan.

Pasal 25 UU Pengelolaan Sampah menyebutkan, masyarakat dapat memperoleh kompensasi dari pemerintah jika mengalami kerugian akibat pengelolaan sampah yang buruk. Bentuk kompensasi dapat berupa direlokasi, pemulihan lingkungan, serta biaya kesehatan dan pengobatan.

UU Pengelolaan Sampah juga mengatur larangan membuang sampah sembarangan. Warga masyarakat yang melanggar dapat dikenai hukuman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 9 tahun. "Sejak diberlakukannya UU ini, masyarakat tidak boleh membuang sampah sembarangan. Ada hukumannya," kata Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Pengelola Sampah, Syamsul Bachri, seperti yang dikutip oleh VHRmedia.com. (http://www.vhrmedia.com/vhr-news/berita,DPR-Sahkan-UU-Pengelolaan-Sampah-1584.html)

Tak hanya itu, UU Pengelolaan Sampah melarang pembuangan sampah di tempat terbuka. UU ini mewajibkan pengelola sampah membuang sampah di tempat pembuangan terakhir. Hal ini termasuk pelayanan pengelolaan sampah terhadap masyarakat.

UU Pengelolaan Sampah membuka kesempatan bagi masyarakat dan pengusaha untuk mengelola sampah. Namun, tanggung jawab pengelolaan sampah tetap di tangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. (hn)
(Keterangan foto : Pemilik lahan dan pengelola pembuangan sampah ilegal ini dapat dijerat hukum dengan sanksi 3 tahun atau maksimal 9 tahun penjara.)

Kamis, 10 September 2009

Warga Taman Asri Resahkan Penampungan Sampah Ilegal


(tamanasriku.blogspot.com) - Warga Perumahan Taman Asri Larangan Ciledug Tangerang Banten meresahkan keberadaan penampungan sampah ilegal yang berlokasi tepat berdampingan di pemukiman warga. Selain menebarkan bau tak sedap, pembakaran sampah yang dilakukan setiap hari mengakibatkan suasana tak nyaman bagi warga sekitar. Selain warga kesulitan menjalankan aktivitasnya, beberapa anak-anak menderita sesak nafas karenanya.

"Anak saya menderita batuk berkepanjangan karena alergi. Menurut dokter, penyebab alergi itu karena asap," keluh Ny. Vivin. Bahkan anaknya yang kini berusia 6 tahun itu sempat menjalani terapi untuk menyembuhkan 12 macam alergen yang dideritanya. "Dokter menyarankan agar anak saya terbebas dari menghirup asap sampah," jelasnya. Selama belum terbebas dari asap sampah, demikian ia menambahkan, anaknya akan berpotensi menderita alergi, bahkan asma.

Selain illegal, penampungan sampah yang dikelola oleh pribadi itu menurut warga sangat tidak layak karena berada sangat dekat dengan pemukiman warga. Sehingga, bau tak sedap selalu menyebar di areal pemukiman. "Bila musim hujan, bau tak sedap yang kami rasakan, bila musim panas, asap yang dibakar menyebar di perumahan. Nafas kami jadi sesak," jelas Hari, warga yang telah 6 tahun bertempat tinggal di perumahan itu.

"Banyak warga yang akhirnya menutup ventilasi tumah mereka dengan plastik, namun karena pekatnya, asap masih masuk ke rumah warga," jelas Hari. Penutupan ventilasi itu juga berdampak pada pengapnya udara dalam rumah. "Kami sangat terganggu dengan keberadaan tempat pembuangan sampah itu," tambahnya.

Upaya persuasif warga terhadap pemilik lahan untuk tidak membakar sampah bukan tak pernah dilakukan. "Beberapa tahun lalu, atas inisiatif beberapa warga kami telah mendatangi pemilik lahan, tapi pembakaran sampah hanya berhenti beberapa saat saja. Beberapa minggu berikutnya, sampah kembali dibakar," papar Hari. (hn)

Rabu, 09 September 2009

Cegah Asap Sampah Masuk Rumah, Warga Tutup Ventilasi



Untuk mencegah asap sampah yang ditimbulkan dari pembakaran di area penimbunan sampah ilegal yang berlokasi di dekat Perumahan Taman Asri Ciledug Tangerang Banten, warga sekitar menutup ventilasi rumah mereka dengan plastik. Upaya ini tentu saja membuat sirkulasi udara rumah mereka tidak lancar dan membuat suhu udara rumah menjadi panas dan pengap. Namun demikian, karena kepekatannya, asap sampah tetap masuk rumah melalui celah genting dan dan celah yang lain. Kabut sampah yang dihasilkan oleh areal pembuangan sampah ilegal ini pada akhirnya menurunkan kualitas istirahat warga, terutama anak-anak dan bayi. Rasa sesak dan bau tak sedap seringkali membuat anak-anak dan bayi tak bisa tidur nyenyak. (hn)

Karena Asap Sampah, Warga Tak Bisa Manfaatkan Fasilitas Publik

Bukan tanpa sebab fasilitas publik berupa lapangan bulutangkis ini tak pernah digunakan oleh warga Taman Asri Ciledug Tangerang untuk berolah raga. Asap sampah yang datang setiap saat membuat warga kesulitan melakukan aktivitas olah raga bersama. Terdapat dua fasilitas olah raga yang berada di dekat areal pembuangan sampah, satu lagi, lapangan basket, juga bernasib sama, tak pernah dimanfaatkan warga. Bila foto disamping ini diperbesar denga mengklik areal foto, maka akan terlihat jelas pekatnya kabut asap yang menyelimuti lapangan bulutangkis ini. (hn)

Jumat, 04 September 2009

Menghirup Asap Setiap Hari, Warga Taman Asri Terancam Kanker


Pembakaran sampah yang dilakukan pengelola penampungan sampah ilegal di dekat perumahan Taman Asri Ciledug Tangerang Banten akan membawa dampak kesehatan yang sangat serius. Mulai gangguan pernafasan, hingga perubahan kode keturunan (marker) yang berakibat kecacatan pada bayi.

Pembakaran sampah memproduksi gas gas racun (dioksin dan furan) yang yang berdampak pada kesehatan yakni gangguan fungsi daya tahan tubuh, kanker, perubahan hormon, menurunkan kapasitas reproduksi dan pertumbuhan yang abnormal. Selain itu, efek samping dioksin terhadap manusia adalah perubahan kode keturunan (marker) dari tingkat pertumbuhan awal dari hormon. Pada dosis yang lebih besar bisa mengakibatkan sakit kulit yang serius yang disebut `chloracne.'

Dioksin dan furan bersifat persistent, atau tidak bisa diurai. Zat jahat ini akan terakumulasi secara biologi (bioaccumulated) dan tersebar didalam lingkungan dalam konsentrasi yang rendah. Tingkat konsentrasinya hingga parts per trillion (satu per 10 pangkat 12). Karena tidak bisa diurai, zat ini terakumulasi sepanjang kehidupan dan ada terus bertahun tahun. Dalam tubuh manusia, zat ini meningkatkan risiko terkena kanker.

Dioksin merupakan materi yang bersifat carcinogen (penyebab kanker). Efek samping dioksin terhadap binatang adalah perubahan sistim hormon, perubahan pertumbuhan janin, menurunkan kapasitas reproduksi, dan penekanan terhadap sistim kekebalan tubuh.

Disamping dioksin dan furan, pembakaran sampah didalam udara terbuka juga menimbulkan kabut asap yang tebal yang mengandung bahan bahan lainnya seperti partikel debu yang kecil kecil yang biasa disebut particulate matter (PM) serta bahan bahan racun lainnya. Particulate Matter ini bisa berukuran 10 mikron (kira kira sama dengan rambut kita yang dibelah tujuh ribu kali), biasa disebut PM10.

Celakanya, alat saring pernafasan manusia tidak sanggup menyaring PM10 ini, sehingga PM10 ini bisa masuk kedalam paru paru kita dan bisa mengakibatkan sakit gangguan pernafasan seperti astma dan paru paru, dan Infeksi Saluran Pernafasan Atas/ISPA dan sebaginya.

(ditulis oleh Roni Rusdianto, dari berbagai sumber)

Kamis, 03 September 2009

Ny. Ellyana : Sejak Lahir, Anak Saya Dipaksa Menghirup Asap Beracun


(tamanasriku.blogspot.com) - Ny. Ellyana tak pernah menyangka sebelumnya, bahwa rumah yang dibelinya tujuh tahun lalu ternyata bersebelahan dengan lokasi pembuangan sampah yang dibakar setiap hari. Asap itulah yang kini membuatnya geram.

“Sejak lahir anak kami seperti dipaksa menghirup udara beracun,” ujarnya sambil menggendong anak laki-lakinya yang berusia sembilan bulan. Menurutnya, kata dipaksa sangat tepat karena pembakaran sampah itu disengaja oleh tangan manusia, bukan karena bencana alam atau kehendak Tuhan. “Ini perbuatan manusia yang tidak memiliki rasa toleransi,” ujarnya geram.

Tak mudah baginya untuk menyelamatkan anaknya dari serbuan asap sampah yang berasal dari tempat pembuangan sampah illegal di dekat Perumahan Taman Asri Ciledug Tangerang Banten. “Sampah itu dibakar setiap hari, itu artinya kami harus pindah kalau harus melindungi anak kami agar tidak menghirup udara beracun. Tidak mudah bagi kami untuk segera pindah,” katanya menjelaskan.

Setiap malam, bila kabut asap itu datang, sang anak tak bisa tidur tenang. “Selalu menangis karena sesak nafas, padahal semua ventilasi sudah ditutup, asap masih masuk,” jelasnya.

Bahkan ia sekeluarga pernah mengungsi ke rumah seorang temannya di perumahan lain, ketika kabut asap sangat pekat. “Saat itu asapnya sangat pekat. Kami sekeluarga susah bernafas dan mata kami pedih. Kami lalu memutuskan untuk mengungsi malam itu juga. Kami kembali lagi ke rumah keesokan hari,” akunya.

Ia hanya berharap, pemerintah Kota Tangerang segera melakukan tindakan tegas terhadap keberadaan lahan pembuangan sampah tak berijin dan berada terlalu dekat dengan pemukiman warga itu. “Pemkot harus memikirkan pengelolaan sampah dengan memperhatikan kondisi lingkungan,” ujar Ny. Ellyana berharap. (hn)

Lahan Sampah Ilegal Melanggar Etika Sosial




Toleransi atau sikap tenggang rasa adalah bagian dari konsekuensi logis dari kita hidup bersama sebagai makhluk sosial. Melanggar konsekuensi ini juga berarti melanggar etika berkehidupan bersama.

Demikian juga halnya masalah tempat pembuangan sampah yang sedang dihadapi warga Perumahan Taman Asri Ciledug Tangerang saat ini, toleransi dan sikap tenggang rasa seharusnya berlaku sebagai bagian yang harus dibahas. Kesadaran masyarakat terhadap lingkungannya, adalah suatu bentuk dari toleransi ini. Kesadaran terhadap lingkungan tidak hanya bagaimana menciptakan suatu yang indah atau bersih saja, akan tetapi ini sudah masuk pada kewajiban manusia untuk menghormati hak-hak orang lain.

Hak orang lain tersebut adalah untuk menikmati dan merasakan keseimbangan alam secara murni. Sehingga kegiatan-kegiatan yang sifatnya hanya merusak saja, sebaiknya dihindari dalam perspektif ini. Oleh karena itu, tindakan suatu kelompok atau secara pribadi yang hanya ingin menggapai keuntungan pribadi saja sebaiknya tidak dibahas dalam konteks rasa toleransi ini. (ditulis oleh : Nugroho, warga Taman Asri)

Udara Bebas Polusi adalah Hak Asasi


Komisi Hak Asasi Manusia PBB Pada bulan April 2001 menyimpulkan bahwa setiap orang memiliki hak hidup di dunia yang bebas dari polusi bahan-bahan beracun dan degradasi lingkungan hidup. Keputusan itu adalah kali pertama Komisi tersebut mengkaitkan antara lingkungan hidup dan hak asasi manusia.

Klaus Toepfer, Direktur Eksekutif UNEP (United Nation Environment Programme) menyatakan "Keadaan lingkungan hidup secara nyata membantu untuk menentukan sejauh mana orang dapat menikmati hak-hak dasarnya untuk hidup, menikmati kesehatan, makanan dan perumahan yang layak serta atas penghidupan dan budaya tradisionalnya”.

Udara bersih adalah bagian dari hak asasi manusia. Konsekuensinya, Negara mempunyai kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhinya. Di tingkat daerah, tanggung jawab itu berada pada pemerintah daerah (pemda). Para penentu kebijakan pembangunan di daerah wajib memperhatikan dampak lingkungan hidup, termasuk polusi udara dalam setiap kebijakan pembangunan.

Pemerintah Republik Indonesia telah memiliki regulasi yang mengatur tentang pengelolaan lingkungan hidup dan pengaturan udara udara bersih. Regulasi itu adalah :

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.


Bab III, Pasal 7, Ayat 1 dalam Undan-undang itu mengatakan "Setiap orang yang menjalankan suatu bidang usaha wajib memelihara kelestarian lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan."


Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor KEP-02/MENKLH/I/1988 Tanggal 19 Januari 1988.


SK Menteri ini mengatur tentang batasan Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Mutu Udara Emisi.

(Keterangan foto : Atas : Logo UNEP (United Nation Environment Programme) - Tengah : Klaus Toepfer, Direktur Eksekutif UNEP - Bawah : Kondisi pencemaran udara di lingkungan Taman Asri Ciledug Tangerang Banten-hn-)

10 Tahun Menghirup Asap Pembakaran Sampah



Keterangan foto : Keberadaan tempat pembuangan sampah yang terletak berdampingan dengan lingkungan Perumahan Taman Asri Ciledug Tangerang Banten membawa dampak yang telah dirasakan warga selama 10 tahun terakhir. Aktivitas penumpukan sampah, pembakaran sampah, dan keberadaan pemulung, berdampak pada keresahan warga. Terganggunya kesehatan lingkungan, kesehatan fisik, dan kesehatan sosial sebagai ekses dari keberadaan tempat pembuangan sampah tersebut perlu segera dicarikan jalan keluarnya. (hn)

Setiap Malam Warga Taman Asri Menghirup Asap

(tamanasriku.blogspot.com) - Hampir setiap malam, warga Perumahan Taman Asri Ciledug Tangerang Banten menghirup asap hasil pembakaran sampah illegal yang berada tepat bersebelahan dengan perumahan mereka.

Kepekatan kabut asap itu tak urung selalu menyesakkan nafas dan membuat mata menjadi pedih. Tak hanya itu, asap juga menebarkan bau tak sedap.


Keadaan ini diperparah dengan jarangnya angin yang berhembus pada malam hari. "Asap seringkali baru hilang bila ada angin, tak jarang asap yang menyebar malam hari, baru hilang keesokan hari," jelas Ichwan, warga sekitar. "Tapi tak jarang juga sampah justru dibakar pada pagi hari," ujarnya menjelaskan.


(keterangan foto : Tampak dalam foto ini, kabut asap terlihat pekat dalam jarak 7 meter)